Minggu, 08 April 2012

TRIAS POLITICA



Trias Politica
Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyelahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif
Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahugunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan ini adalah Amerika Serikat.

SejarahTrias Politika

Pada masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku tersebut.

Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3 kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Namun, keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya.

Pada abad Pertengahan (kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan politik ini.

Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500 M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.

Untuk keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu, dari Perancis.


Konsep Trias Politica atau pembagian kekuasaan menjadi tiga pertama kali dikemukakan oleh John Locke dalam karyanya Treatis of Civil Government (1690) dan kemudian oleh Baron Montesquieu dalam karyanya L'esprit des Lois (1748).


John Locke (1632-1704)

Pemikiran John Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan keringat sendiri)”  dan “memiliki milik (property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut.  Mengapa Locke menulis sedemikian pentingnya masalah kerja ini.

Dalam masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun kastil.

Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.



Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu Inggris.

Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan raja/ratu.

Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada raja/ratu Inggris.

Dari pemirian politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurkan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu.



Montesquieu(1689-1755)

Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.

Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan  dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.

Dengan demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).






kini masih berjalan di berbagai negara di dunia. Trias Politica memisahkan tiga macam kekuasaan:
  1. Kekuasaan Legislatif tugasnya adalah membuat undang undang
  2. Kekuasaan Eksekutif tugasnya adalah melaksanakan undang undang
  3. Kekuasaan Yudikatif tugasnya adalah mengadili pelanggaran undang undang
Sedangkan pembagian menurut Montesquieu adalah:
  1. Kekuasaan yang mengatur dan menentukan peraturan
  2. Kekuasaan yang melaksanakan peraturan
  3. Kekuasaan yang mengawasi peraturan
Tiga jenis kekuasaan itu harus di distribusikan dengan:
  1. Kekuasaan mengatur di berikan kepada badan legislatif
  2. Kekuasaan melaksanakan di berikan kepada badan eksekutif
  3. Kekuasaan mengawasi di berikan kepada badan yudikatif
Untuk mengimbangi antara badan badan di atas tetap harus ada pengawasan dan keseimbangan diantara badan badan tersebut. Atau lebih dikenal dengan check and balance.






Prinsip check and balance memiliki berbagai macam fariasi, misalnya:
  • The four branches: legislatif, eksekutif, yudikatif, dan media. Di sini media di gunakan sebagai bagian kekuatan demokrasi keempat karena media memiliki kemampuan kontrol, dan memberikan informasi.
  • Di Amerika Serikat, tingkat negara bagian menganut Trias Politica sedangkat tingkat negara adalah badan yudikatif.
  • Di Korea Selatan, dewan lokal tidak boleh intervensi
  • Sementara itu, di Indonesia, Trias Politica tidak di tetapkan secara keseluruhan. Legislatif di isi dengan DPR, eksekutif di isi dengan jabatan presiden, dan yudikatif oleh mahkamah konstitusi dan mahkamah agung.
Teori teori dalam Trias Politika di dasari dengan teori fungsi legislatif, fungsi eksekutif, fungsi yudikatif baik teori oleh Locke maupun Montesqiueu.






1. Lembaga Legislatif

Dilihat dari dasar katanya, legislate, yang berarti lembaga yang membuat undang undang. Namun tidak hanya sebatas membuat undang undang melainkan juga menjadi wakil rakyat atau badan parlemen. Ini di dasari dengan teori kedaulatan rakyat yaitu teori yang bertentangan dengan monarki dan absolutisem. Jadi hakikatnya badan legislatif di gunakan untuk mencegah terjadinya sikap absolut dari pemerintah pusat atau presiden. Fungsi dari badan legislatif adalah sebagai berikut:

1. Question Hour/Pertanyaan Parlemen
Anggota legislatif di izinkan mengajukan pertanyaan kepada pemerintah pusat mengenai hal hal yang perlu di tanyakan yang jelasnya berkaitan dengan nasib rakyat.

2. Interpelasi
Hak anggota legislatif untuk meminta keterangan pada kebijakan pemerintah pusat teruatama yang telah di laksanakan di lapangan.


3. Enquete/Angket
Hak ini merupakan hak untuk anggota legislatif untuk melakukan penyelidikan sendiri, dengan cara membentuk panitia penyelidik.

4.Mosi
Mosi merupakan hak kontrol yang memiliki potensi besar untuk menjatuhkan lembaga eksekutif. Gampang buanget untuk mennghabisi orang orang dalam badan eksekutif, jatuhi mosi tidak percaya, maka kabinet harus mundur dan akan terjadi krisis kabinet dan krisis negara. Tapi di Indonesia tidak bisa...


2. Lembaga Eksekutif

Secara umum arti dari lembaga eksekutif adalah pelaksanaan pemerintahan yang dikepalai oleh presiden yang di bantu para pejabat, pegawai negri, baik sipil maupun militer. Sedangkan wewenang lembaga eksekutif menurut Miriam Budiardjo mencakup beberapa bidang:
  • Diplomatik: menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara negara lainnya.
  • Administratif: melaksanakan peraturan serta perundang undangan dalam administrasi negara.
  • Militer: mengatur angkatan bersenjata, melakukan perang serta keamanan negara.
  • Yudikatif: memberi grasi dan amnesti.
  • Legislatif: membuat undang unang bersama dengan dewan perwakilan.


Tipe lembaga eksekutif terbagi dua yaitu:

1. Hareditary Monarch: pemerintahan yang kepala negaranya di pilih berdasarkan keturunan. Contohnya adalah Inggris dengan di pilih kepala negara dari keluarga kerajaan.
2.Elected Monarch: kepala negara, biasanya presiden, yang di pilih badan legislatif ataupun lembaga pemilihan.

Sistem Lembaga Eksekutif terbagi menjadi dua:
  • Sistem parlementer: kepala negara di pimpin oleh presiden dan kepala pemerintahan di pimpin oleh perdana mentri. Yang paling berbeda adalah adanya dewan raja raja.
  • Sistem presidensil: kepala pemerintahan dan kepala negara dipimpin oleh presiden. Ya sama seperti di Indonesia tercinta ini.
3. Lembaga Yudikatif

Lembaga ini merupakan lembaga ketiga dari tatanan politik Trias Politica yang berfungsi mengontrol seluruh lembaga yang menyimpang atas hukum yang berlaku.

Fungsi lembaga yudikatif:
  1. Penegakan hukum
  2. Penyelesaian perselisihan
  3. Hak menguji apakah peraturan hukum sesuai atau tidak dengan uud dan landasan pancasila
  4. Dan hak menguji material.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar